Thursday, November 11, 2010 / 9:00 AM
GEDUNG RUMENTANG SIANG
Gedung ini menjadi markas STB (Studiklub Teater Bandung), sebuah kelompok teater tertua di Indonesia. Berbagai pentas seni, baik tradisional maupun modern, masih eksis digelar di sana.
Bandung, Seperti halnya gedung Asia Africa Culture Centre (AACC) yang bekas gedung bioskop Majestic, gedung kesenian ini bekas gedung bioskop Rivoli, Gedung Kesenian Rumentang Siang di Jalan Baranang Siang No 2, dekat Pasar Kosambi. Pada masa itu, gedung kesenian yang baru ada adalah gedung Yayasan Pusat kebudayaan (YPK). Sebagai persembahan bagi para seniman, sebelum masa tugasnya berakhir, Gubernur Jawa Barat, Solihin GP membuatkan gedung kesenian Rumentang Siang di tahun 1975. "Gedung Rumentang Siang merupakan peninggalan dari gubernur Solihin GP untuk para seniman," jelas pengelola GK. Rumentang Siang, Cece Raksa, yang sudah ikut mengelola sejak gedung ini berdiri.
Sebelum nama Rumentang Siang ditetapkan, nama Kandaga Bandung sempat dilontarkan oleh Walikota Bandung saat itu. Pada tahun 30’an, sudah banyak terdapat bangunan bioskop di Kota Bandung, salah satunya bernama Rivoli Theater yang berada di Kosambi. Setelah nasionalisasi, tepatnya pada awal tahun 60’an, Bioskop Rivoli yang telah menjadi milik Pemda berganti nama menjadi Gedung Kesenian Rumentang Siang, penyair, Wahyu Wibisana lah yang mengajukan nama Rumentang Siang. Dalam bahasa Sunda, Rumentang diambil dari kata rentang-rentang yaitu samar-samar terlihat dari kejauhan untuk mendekat, sedangkan siang berarti nyata. Setelah itu gedung ini mulai aktif menyelenggarakan pagelaran seni kontemporer maupun tradisonal. Ditempat ini anda dapat menyaksikan penampilan teater-teater di Bandung seperti Main Teater, Teater Sunda Kiwari, dan banyak lainnya.
Tak heran jika pada masa lalu di kota ini pula untuk pertama-kalinya diproduksi film pertama di Indonesia berjudul “Loetoeng Kasaroeng” yang diputar perdana pada 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Elite dan Oriental Bioscoop (Majestic) di Kota Bandung, tidak salah jika Bandung juga dijuluki Kota Seniman, sebenarnya kita sebagai kaum muda yang memiliki darah Indonesia, tetap memperhatikan kebudayaan yang beragam-ragam dan tidak luput dengan tempat-tempat pagelaran kesenian tersebut.
Snapshoot Gedung Rumentang Siang:
pada saat ini
Labels: Gedung Rumentang Siang
GEDUNG POLWILTABES BANDUNG
Bangunan Gedung Markas Polwiltabes (Mapolwiltabes) Bandung yang bertempat di Jl. Merdeka No. 16, 18 dan 20 Bandung ini didirikan pada tahun 1866, dulunya berfungsi sebagai Sekolah Guru (Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzers) yang didirikan atas inisiatif seorang kewarganegaraan Belanda, bernama K.F. Hole sebagai Administratur Perkebunan Teh Waspada di Gunung Cikuray, Bayongbong, Garut. Di sekolan inilah pernah belajarnya tokoh-tokoh nasional, seperti Abdulharis Nasution, Otto Iskandardinata dan yang lainnya.
Dilihat dari sejarah berdirinya Polwiltabes Bandung, dimulai pada tahun 1966, dimana belum adanya polsekta-polsekta, Kepolisian di Bandung pada tahun tersebut berdiri dengan nama ”Komtabes-86 Bandung” dengan pembagian wilayah hukum pada saat itu terdiri dari:
1. Seksi I di Jl. Dalam Kaum, Alun-alun Bandung
2. Seksi II di Jl. Sawung Galing Bandung
3. Seksi III di Jl. Pasirkaliki Bandung
4. Seksi IV di Jl. Asia Afrika (Simpang Lima) Bandung
Pada tahun 1970, nama Komtabes-86 Bandung diganti namanya menjadi ”Poltabes Bandung” dengan pembagian wilayah hukum pada saat itu terdiri dari 16 (enam belas) Polsekta, yaitu : Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojong Loa, Astana Anyar, Andir, Cicendo, Sukajadi, Sukasari, Cidadap, Cihapit, Coblong, Regol, Lengkong, Batununggal, Kiaracondong dan Cibeunying.
Setelah 18 tahun kemudian, dimana Kotamadya Bandung mengalami pemekaran, nama Poltabes Bandung dirubah menjadi “Polwiltabes Bandung” (Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung), yaitu pada tahun 1988 dan membawahi tiga Kepolisian Resor Ko ta (Polresta).
Snapshoot Gedung Polwiltabes Bandung:
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Gedung Polwiltabes
GEDUNG PENDOPO KABUPATEN
Lokasi di Jalan. Dalem Kaum No. 1 Bandung, dibangun tahun 1810-1812, ketika Daendels memindahkan ibukota Priangan dari Krapyak ke daerah yang dilewati ”Grootepostweg”. Bupati kemudian memindahkan pemerintahannya ke wilayah Alun-alun Bandung pada tanggal 25 september 1810 dan kemudian mendirikan Pendopo sebagai bangunan pusat pemerintahannya.
Bangunan ini merupakan kesatuan dengan rumah tinggal Bupati Bandung masa lalu, berupa bangunan terbuka. Awal dibangun masih menggunakan bahan tradisional yaitu kayu dan atapnya injuk. Pada tahun 1850 diganti tembok dan atap genteng. Pendopo sisi selatan dibangun pada tahun 1867. Komplek Pendopo ini dipugar kembali tahun 1993, sebagai tempat kediaman resmi Bupati Bandung. Atap berbentuk joglo tumpang tiga untuk mendapat ketinggian ruang dengan kesan megah dan monumental.
Snapshoot Gedung Pendopo Kabupaten:
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Gedung Pendopo Kabupaten
GEDUNG PAKUAN
Gedung Pakuan didirikan sehubungan dengan perintah Gubernur Jenderal Ch.F. Pahud karena pemindahan ibukota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung. Tetapi pemindahan ibukota karesidenan itu baru dapat dilaksanakan oleh Residen Van der Moore pada tahun 1864, setelah Gunung Gede meletus dan menghancurkan Kota Cianjur. Mulai dibangun pada tahun 1864 sampai selesai pembangunannya pada tahun1867.
Selama pembangunan Gedung Pakuan (1864-1867), telah dikerahkan sejumlah anggota Genie Militair Belanda, yang dibantu oleh R.A. Wiranatakusumah yang dikenal dengan sebutan Dalem Bintang. R.A. Wiranatakusumah merupakan Bupati Bandung ke-8 yang memerintah antara tahun 1846-1874. Ia mengerahkan penduduk dari kampung Babakan, Bogor (sekarang Kebon Kawung) dan Balubur Hilir yang kini terletak di depan kediaman resmi Panglima Kodam III Siliwangi di Bandung. Atas jasa tersebut, penduduk yang terlibat dalam pembangunan tersebut dibebaskan dari pajak.
Gedung Pakuan memiliki langgam arsitektur Indische Empire Stijl yang anggun monumental serta sangat digemari oleh Jenderal Herman Willem Daendels. Bangunan tersebut dirancang oleh Insinyur Kepala dari Departement van Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang, yang menjadi staff dari Residen Van der Moore, Insinyur itu pula yang merancang bangunan Sakola Raja yang saat ini menjadi Kantor Polwiltabes Bandung pada tahun1866.
Sejak zaman Hindia Belanda, gedung ini telah menjadi tempat persinggahan orang penting, tamu resmi dan tokoh dunia. Tamu penting internasional yang pernah berkunjung ke sini adalah:
a. Raja Siam Somdet Phra Paramendr Maha Chulalonkorn pada tahun 1901.
b. Perdana Menteri Perancis Georgeos Clemenceau yang berkunjung ke Bandung tahun 1921.
c. Charlie Chaplin dan Mary Picford pada tahun 1927.
d. Andreas Segovia, sempat memetik dawai gitarnya di depan Residen Priangan beserta tamunya.
e. Ratu Belanda Juliana beserta Pangeran Bernhard berkunjung pada tahun 1971. Mereka sangat terpesona menyatakan kepada tuan rumah, agar bangunan lama dengan gaya arsitektur Da Indische Empire Stijl yang langka itu dapat dipertahankan, dipugar dan dilestarikan.
f. Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito.
g. Presiden Uni Soviet, Voroshilov.
h. Jaksa Agung Amerika Serikat, Robert Kennedy.
Ketika Konferensi Asia Afrika berlangsung di kota Bandung di tahun 1955, sejumlah tokoh, pimpinan negara-negara Asia Afrika singgah untuk beristirahat di Gedung Pakuan, diantaranya:
a. Perdana Menteri Birma, U Nu.
b. Perdana Menteri Srilangka, John Kotelawala.
c. Perdana Menteri Pakistan, Mohammad Ali Bogra.
d. Jendral Carlos P. Rumulo dari Filipina.
e. Mesir, Gamal Abdul Nasser.
f. Pangeran Norodom Sihanoouk dari Kamboja.
g. Perdana Menteri RRC, Zhou Enlai
Pada kunjungannya tahun 1955, PM India, Jawaharlal Nehru sempat menyatakan dalam pidatonya bahwa Bandung adalah ibukota dari Asia Afrika.
Pada tahun 2005 yang lalu, gedung ini juga dijadikan sebagai tempat jamuan makan siang para kepala negara, pemerintahan dan delegasi negara-negara Asia Afrika dalam rangka acara peringatan 50 Tahun Konferensi Asia-Afrika.
Sejarah diplomatik mencatat, bahwa pada tanggal 22 April 1955, di ruang tengah Gedung Pakuan telah ditandatangani Komunike Bersama tentang Dwi Kewarganegaraan antara pemerintah Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok. Masing-masing pihak diwakili oleh Menteri Luar Negeri RI Mr. Sunario dan Perdana Menteri RRT Zhou Enlai.
Tahun 1990, pemugaran struktur bangunan Gedung Pakuan rampung dengan menelan biaya lebih dari satu milyar rupiah. Pemugaran ini sesuai dengan harapan Pangeran Bernhard. Gedung Pakuan sekarang masih tetap berfungsi sebagai markah tanah Kota Bandung. Fungsi utamanya kini menjadi rumah dinas yang dijadikan sebagai tempat kediaman resmi Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Barat.
Snapshoot Gedung Pakuan:
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Gedung Pakuan
GEDUNG PAGUYUBAN PASUNDAN
Paguyuban Pasundan (Pagoejoeban Pasoendan) adalah sebuah organisasi berdasarkan etnis yang didirikan tahun 1914 di Batavia (Jakarta). Paguyuban Pasundan secara nasional telah diakui sebagai sebuah organisasi pergerakan nasional yang menuntut dan berupaya sungguh-sungguh mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Awalnya Paguyuban Pasundan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa sendiri pada masyarakat etnis Sunda karena adanya perbedaan yang jauh dengan tingkat kesejahteraan bangsa asing yang menjajah tanah air mereka. Tujuan yang direncanakan itu dicapai melalui kegiatan dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan. Paguyuban Pasundan kemudian mengembangkan strategi perjuangannya melalui bidang politik (1919) dengan tujuan dapat ikut serta dalam pengelolaan pemerintahan yang selanjutnya menuntut kemerdekaan bangsa dan tanah air. Kantor pusat Paguyuban Pasundan pindah ke Bandung (Dalem Kaoemweg Jl.Dalem Kaum) tahun 1939.
Gedung Paguyuban Pasundan pada saat itu adalah sebuah rumah sakit kecil, terlihat dari bangunannya yang menyerupai rumah sakit. Didalamnya masih banyak ruangan yang tidak direnovasi sama sekali, seperti jendela, lantai, pintu, dll. Jika dilihat, disana terdapat tiga bangunan yang tahun didirikannya berbeda-beda namun dengan gaya yang sama, hanya gedung yang paling kanan saja yang merupakan gedung paling lama. Dua gedung sisanya hanya sebuah kantor yang dibuat pada masa ini.
Snapshoot Gedung Paguyuban Pasundan:
pada saat ini
Labels: Gedung Paguyuban Pasundan
GEDUNG NEW MAJESTIC (AACC)
Majestic merupakan salah satu elemen tak terpisahkan dari kegemilangan jalan Braga masa lalu. Di pertengahan 1920-an, jalan yang awalnya di abad 18 hanya merupakan jalan pedati tersebut menjelma menjadi pusat pertokoan yang sangat bergengsi. Saat itu merupakan masa-masa keemasan bagi tuan-tuan Belanda pengelola perkebunan di seputar Bandung yang menikmati pertumbuhan ekonomi pesat. Sebagaimana lazimnya orang kaya yang selalu membutuhkan sarana untuk berbelanja, tumbuhlah pertokoan elit Eropa di jalan Braga tersebut. Segala macam perlengkapan kehidupan kalangan atas dapat ditemui di sana, mulai dari toko penjual senapan berburu hingga butik-butik mewah. Konon, segala macam mode baru yang muncul di Paris, dalam hitungan hari sudah dapat ditemui di Braga.
Suatu kompleks pertokoan modern belumlah lengkap jika tidak terdapat sarana hiburan, dan hiburan paling top pada saat itu, apalagi jika bukan bioskop, hiburan modern yang saat itu sedang naik daun. Maka direncanakanlah pembangunan suatu bioskop berkelas, yang representatif bagi kalangan atas saat itu.
Sebagaimana ciri khas rancangan Schoemaker lainnya, langgam arsitektural Gedung Majestic yang rampung tahun 1925 dianggap mewarisi semangat zamannya, sebagai bentuk pemberontakan terhadap “jajahan” aliran internasionalisme yang dinilai Schoemaker sebagai tidak efisien dan terlalu boros ornamen. Jawabannya ditemui dalam arsitektur Gedung Majestic yang mengandung elemen-elemen arsitektur dan seni ukir regional dipadu dengan teknik konstruksi modern dari barat, dengan tetap tidak kehilangan monumentalitasnya. Sebuah wacana baru yang dikembangkan saat itu, sebagai langgam klasik yang tidak merujuk kepada ornamentasi Yunani dan Romawi, namun sebaliknya menggalinya dari kekayaan khazanah arsitektur dalam negeri. Gedung Majestic, dengan garis-garis vertikal dan horizontal yang menonjol merupakan salah satu karya penting dari aliran Indo Europeeschen Architectuur Stijl yang turut menghidupkan kawasan Braga dan sekitarnya pada masa jayanya.
Menonton bioskop di masa jaya Majestic tahun 20-an tentu saja memiliki nuansa yang sangat berbeda dengan di masa kini. Promosi film dilakukan oleh pengelola bioskop dengan menggunakan kereta kuda sewaan, yang berkeliling kota membawa poster film dan membagi-bagikan selebaran. Masa itu, lewatnya kereta promosi ini merupakan hiburan yang menarik bagi anak-anak.
Pertunjukkan diadakan hanya pukul 19.30 dan 21.00. Mendekati saat tersebut, pelataran bioskop biasanya sudah ramai oleh berbagai kegiatan, mulai dari pedagang yang menawarkan barangnya hingga orkes yang disewa bioskop untuk memainkan lagu-lagu gembira penarik perhatian. Menjelang film dimulai, orkes mini yang biasanya terdiri atas alat musik biola, gitar, chelo dan tambur ini pindah ke dalam bioskop, untuk memberikan musik latar pada film yang dimainkan. Pertengahan tahun 20-an film bicara belum dikenal di Bandung, sehingga film harus ditingkahi oleh musik orkes beserta seorang “komentator”. Pemain-pemain orkes kerap ikut menjadi terkenal, selain karena ditonton banyak orang, juga skill musik yang dimiliki umumnya cukup tinggi. Maklumlah, permainannya harus sangat disesuaikan dengan cerita yang tengah berlangsung di layar.
Film yang diputar, jangan harap berjalan selancar sekarang. Proyektor yang ada hanya cukup untuk memutar satu reel film, yaitu rol film sepanjang sekitar 300 m. dengan durasi 15 menit. Bayangkan saja untuk film sepanjang satu setengah jam pastilah harus ada jeda lima kali sepanjang beberapa menit untuk mengganti reel. Untuk mengisi waktu, biasanya ditayangkan slide -waktu itu populer dengan sebutan “gambar mati”- reklame dari rekanan bioskop. Pada salah sebuah ruangan Gedung Majestic saat ini masih tersimpan proyektor sisa kejayaan masa lalu tersebut.
Masa itu, dengan alasan sopan santun penonton bioskop dibagi menjadi dua bagian, deret kanan dan kiri menurut jenis kelaminnya. Namun aturan yang longgar ini kerap dilanggar oleh pasangan yang telah menjalin ikatan suami istri, dengan alasan takut terpisah saat ramai-ramainya bubar bioskop.
Kegemilangan bioskop Majestic sempat bertahan beberapa dekade, hingga akhirnya mulai surut di tahun 80-an seiring dengan bermunculannya cineplex, konsep menonton bioskop yang lebih modern, dengan kemudahan memilih film dari beberapa yang ditayangkan secara bersamaan. Bertahun-tahun setelah itu Majestic semakin merana dengan hanya memutar film-film kelas rendahan yang hanya ditonton segelintir orang.
Tanpa harus terhanyut oleh nuansa sentimentil masa silam, revitalisasi gedung Majestic yang diubah menjadi Gedung Pertemuan dengan kualitas yang cukup baik ini kiranya cukup berarti sebagai pembawa pesan moral, bahwa tidak selalu kepentingan ekonomi komersial harus menindas aspek-aspek kebudayaan. Sebuah berita gembira bagi gedung-gedung bersejarah lainnya di kota Bandung maupun di kota-kota lain di Indonesia, yang menunggu uluran tangan kita untuk diselamatkan.
Snapshoot Gedung New Majestic (AACC):
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Gedung New Majestic (AACC)
GEDUNG MERDEKA (MUSEUM ASIA-AFRIKA)
Gedung Merdeka yang berada di Jalan Asia Afrika Nomor 65 Bandung ini dibangun oleh bangsa Belanda pada tahun 1895 sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Eropa terutama orang-orang Belanda yang tinggal di Bandung pada saat itu.
Gedung yang sekarang bernama Gedung Merdeka ini, dulu bernama Gedung Societeit Concordia sesuai dengan nama Perkumpulannya pada saat itu, Societeit Consordia yang didirikan pada tanggal 29 Juni 1879. Sebelumnya mereka masih menyewa sebuah bangunan kecil di sebrang Toko Onderling Belang (sekarang: Sarinah) yang berada di Jalan Braga.
Gedung yang memiliki luas tanah 7.983 meter persegi ini, pada tahun tersebut sebagian dinding pada bangunannya masih terbuat dari papan, dan masih diterangi oleh lentera minyak tanah untuk penerangan halamannya.
Pada tahun 1921, Gedung ini dibangun kembali oleh perancang C.P Wolff Schoemaker dengan menggunakan gaya arsitektur modern (Art Deco) yang lebih fungsional dan lebih menonjolkan struktur bangunannya, sehingga Gedung Societeit Concordia ini berubah menjadi gedung pertemuan “super club” yang paling mewah, lengkap, eksklusif, dan modern di Nusantara. Dengan lantai yang terbuat dari marmer Italia, ruangan-ruangan tempat minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, dan penerangannya menggunakan lampu-lampu hias kristal. Ruangan-ruangan yang berada di dalam gedung pun sangat memadai untuk menampung kegiatan-kegiatan kesenian.
Pada tahun 1940, Gedung Societeit Concordia ini mengalami perombakan kembali dengan gaya arsitektur internasional style dengan bantuan arsitek A.F Aalbers. Bangunan ini bercirikan dinding tembok pleateran dengan atap mendatar, tampak depan bangunan terdiri dari garis dan elemen horizontal, sedangkan di bagian gedung bercorak kubistis.
Pada masa pendudukan tentara Jepang, tahun 1942-1945, Gedung Societeit Concordia ini berubah nama menjadi Dai Toa Kaikan yang difungsikan sebagai gedung pusat kebudayaan. Ketika tentara Jepang sedang berpesta pora didalamnya, sempat terjadi kebakaran yang membuat beberapa ruangan habis terlalap api.
Lalu, setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung tersebut dijadikan markas para pemuda Indonesia di Bandung guna menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya.
Pada tahun 1948-1949, sejak pemerintahan pendudukan, yang ditandai dengan adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat, Gedung Societeit Concordia diperbaiki dan difungsikan kembali sebagai Societeit Concordia, tempat pertemuan orang-orang Eropa termasuk juga beberapa orang Indonesia dan diselenggarakan kembali pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya.
Sehubungan dengan keputusan pemerintah Indonesia (1954) yang menetapkan Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Societeit Concordia terpilih sebagai tempat berlangsungnya konferensi. Hal ini disebabkan gedung tersebut adalah gedung tempat pertemuan umum yang paling besar dan paling megah di Bandung. Selain itu lokasinya berada di tengah-tengah kota dan berdekatan dengan hotel terbaik, yaitu Hotel Savoy Homann dan Preanger.
Sebagai gantinya untuk perkumpulan Societeit Concordia diberikan tanah seluas 25.670 meter persegi di daerah Ciumbuleuit disertai oleh beberapa fasilitas lainnya.
Pemilihan Bandung sebagai tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika datang dari presiden Republik Indonesia, Soekarno dengan alasan bahwa Bandung merupakan kota perjuangan dalam menentang dan mengenyahkan kolonialisme dan imperialisme.
Sejak awal tahun 1955, Gedung Societeit Concordia mulai dipugar untuk disesuaikan kegunaannya sebagai tempat penyelenggaraan konferensi bertaraf internasional. Pemugaran gedung ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Ir. R. Srigati Santoso. Menjelang konferensi (7 April 1955), gedung ini diganti namanya oleh Presiden Soekarno menjadi Gedung Merdeka.
Penggunaan Gedung Merdeka dari tahun 1955 sampai dengan sekarang, beberapa kali mengalami perubahan:
1. Tahun 1955, menjadi Gedung Konstituante;
2. Tahun 1959, digunakan sebagai tempat kegiatan Badan Perancang Nasional;
3. Tahun 1960, menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS);
4. Tahun 1965, gedung dikuasai oleh instansi militer dan sebagai bangunan dijadikan sebagai tahanan politik G30S/PKI;
5. Tahun 1966, pemeliharaan gedung diserahkan dari Pemerintah Pusat, ke Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, yang selanjutnya diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung;
6. Tahun 1968, MPRS mengubah surat keputusannya dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induk gedung, sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS;
7. Tahun 1969, pengelolaan gedung diambil alih kembali oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung;
8. Tahun 1980, seluruh gedung ditetapkan sebagai lokasi Museum Konferensi Asia Afrika.
Hingga tahun 2010 ini, Gedung Merdeka ini masih ditetapkan sebagai lokasi Museum Konferensi Asia Afrika.
Snapshoot Gedung Merdeka (Museum Asia Afrika):
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Gedung Merdeka (Museum Asia Afrika)