Saturday, October 30, 2010 / 8:00 AM
GEDUNG DE VRIES
Toko J.R. de Vries & Co yang berlokasi di Groote Postweg (Jalan Raya Pos, kini Jl Asia Afrika) di seberang ujung selatan Jalan Braga dan di sebelah Hotel Homann, mulai dibuka pada tahun 1895 di bekas gedung Sositet Concordia yang dibangun pada tahun 1879. Mungkin J.R. de Vries berkeluarga sama M. K. de Vries yang buka warung kecil di Alun-alun utara (lokasi BRI sekarang) pada 1899. Di dinding depan kita dapat membaca tulisan yang berbunyi: “Commissionairs J. R. De Vries & Co Vennoothouders”. Berarti J.R. de Vries & Co tidak mengusahakan toko sendiri. Mereka adalah “comissionairs” yang memiliki gedung dan menyewakan tempat penjualan kepada para “concessionairs” yang bereksplotasi toko-toko di gedungnya. Dengan demikian Toko de Vries sejak awalnya sebenarnya tidak merupakan toko serba ada yang biasa tetapi sebuah kompleks yang dapat diangkap sebagai shopping mall pertama di kota Bandung. De Vries adalah nama Belanda yang mulai muncul pada abad-abad yang lalu untuk menyebut orang berasal dari propinsi Frisia (Friesland). Bangunan awal Toko de Vries adalah rumah bergaya arsite ktur indis dengan delapan buah pilar di muka gedungnya. Pada tahun 1909 (bagian kanan) dan 1920 (bagian kiri dengan gedung yang bersebelahan) gedung lama dibongkar dan dibangun kembali berdasarkan karya biro arsitek Edward Cuypers Hulswit.
Disebut Gedung de Vries atau Toko Padang. Beberapa literatur menyebutkan, gedung ini sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Belanda sambil ngopi di tahun 1879. Perkumpulan tersebut kemudian disebut Societiet Concordia. Sekitar tahun 1985, tempat berkumpul Society Concordia pindah ke gedung di seberangnya yaitu gedung Concordia yang kini disebut sebagai Gedung Merdeka.
De Vries pun difungsikan sebagai toko kelontong dan merupakan pusat perbelanjaan pertama di Bandung. Konon para petani kayaparahyangan (preanger planters) selalu berbelanja ke tempat ini. Keramaian De Vries pun mempengaruhi kawasan sekitarnya yaitu Jalan Braga. Dari sanalah Jalan Braga sebagai salah satu kawasan elit di Bandung dimulai.
Pada sekitar tahun 1967 De Vries dibagi beberapa bagian, satu bagian untuk studio foto, toko meubel ada juga toko Wismakarya. Terakhir toko Wismakarya difungsikan sebagai diskotik.
Sekitar tahun 1980-an gedung mulai tidak difungsikan dan berlangsung sampai sekarang. Halaman belakang gedung pun ditutup rapat dengan benteng seng dengan tinggi sekitar tiga meter. Gedung pun tertutup karena beberapa pintunya dikunci gembok.
Bagian depan gedung masih tampak indah walaupun salah satu kaca jendela menara bolong. Tembok belakang gedung tampak tak terurus karena catnya yang sudah lapuk. Atap bagian belakang terlihat sudah ada yang bolong-bolong. Sangat disayangkan gedung berusia lebih dari seabad ini tidak difungsikan dan kurang terawat.
Menurut cerita, ada dua bangunan tua yang kabarnya terhubung dengan Gedung Merdeka melalui terowongan bawah tanah yaitu bangunan de Vries atau Toko Padang (samping Hotel Savoy Homann) dan Toko Lido (sekarang dipakai kantor ormas Forum Bela Bangsa).
Toko de Vries yang bergaya arsitektur romantik klasik itu telah berumur seratus tahun lebih. Gedung ini merupakan titik awal perkembangan Jln. Braga, karena para preanger planters selalu mengunjungi toko de Vries untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Selain tempat belanja, de Vries juga dijadikan lokasi hangout para preanger planters dan opsir-opsir zaman Hindia Belanda. Dari sinilah berkembangnya Jln. Braga menjadi kawasan elite dan pusat perniagaan modern yang hanya menjual barang-barang berkelas di masa jayanya. Padahal, dahulu Jln. Braga hanyalah jalan tanah becek dan berbatu yang berfungsi menghubungkan Jalan Raya Pos (sekarang Jln. Asia Afrika) dengan gudang kopi milik Andries de Wilde (sekarang menjadi Balai Kota Bandung).
Mengenai Toko Lido, tidak banyak referensi yang mengupas bangunan tersebut. Namun, kemungkinan, umurnya tidak jauh berbeda dengan de Vries. Toko Lido ini ternyata setengah bangunannya berdiri di atas bantaran Sungai Cikapundung. Sama seperti bangunan Belanda lainnya, de Vries dan Toko Lido kemungkinan memiliki ruang bawah tanah yang awalnya difungsikan sebagai gudang penyimpanan. Hal inilah yang memunculkan dugaan terhubungnya ruang bawah tanah de Vries dan Gedung Merdeka. Pertanyaannya kini, adakah ruang bawah tanah di de Vries dan Toko Lido? Jawabannya: ada. Wartawan "PR" berkesempatan membuktikannya akhir bulan silam dengan menyusuri dua bangunan tua tersebut.
Sasaran awal adalah de Vries. Untuk masuk ke de Vries harus lewat pintu belakang yang berada di lingkungan kantor Bank OCBC NISP. Dari sini, langsung terlihat adanya dua pintu yang berada di bawah gedung utama.
Luas ruangan bawah tanah itu setengah dari luas bangunan de Vries. Setiap jeda ruangan, dipisahkan pilar-pilar melengkung. Ruangan tersebut gelap gulita, tapi ada beberapa lampu neon yang terpasang di dinding atasnya.
Menurut keterangan, de Vries sudah lama tidak dipakai, bagian atas de Vries pernah dipakai sebagai restoran, toko, dan diskotek. Sementara ruang bawah tanah pernah dipakai sebagai tempat mesum. Memang, dari ruang bawah tanah itu, ada tangga setinggi dua meter yang tembus ke bagian depan ruangan utama. Kondisi ruangan utama sangat memprihatinkan. Atapnya bocor di sana-sini. Balkon-balkon kayu sisa kejayaan masa lampau yang berada di sisi kiri dan kanan ruangan, tinggal menunggu ambruk.
Dahulu ada pintu masuk di salah satu pojok ruang bawah tanah de Vries, yang bisa membawanya ke ruang bawah tanah Gedung Merdeka. Ruang bawah tanah juga ditemukan di bawah bangunan utama Toko Lido. Luas ruang bawah tanah itu setengah dari bangunan utama di atasnya. Setengahnya lagi merupakan badan Sungai Cikapundung. Setengah bangunan Toko Lido berdiri di atas bantaran Sungai Cikapundung.
Pertanyaannya sekarang, betulkah ruang bawah tanah Gedung Merdeka, de Vries, dan Toko Lido saling berhubungan? Itulah yang akan dibuktikan para ahli dari teknik geofisika ITB.
Gedung De Vries akan difungsikan kembali menjadi bank. Saat ini kepemilikan gedung tua di Jl. Asia Afrika, Kota Bandung, itu berada di tangan Bank OCBC NISP. Ketua Bandung Heritage, Harastoeti, membenarkan kepemilikan Gedung De Vries tersebut. Menurut dia, pemfungsian kembali gedung De Vries menjadi bank bukanlah suatu masalah. GA Representative OCBC NISP Bandung, Herry Hermanto, mengatakan bahwa Gedung De Vries sudah dibeli OCBC NISP sekitar tahun 2005. Menurut dia, saat ini izin yang dimiliki OCBC NISP adalah hak guna bangunan (HGB).
Dia menjelaskan, pada tahun pembeliannya, rencananya De Vries akan dipugar. Namun, dilarang oleh pemerintah dan hanya diizinkan untuk direnovasi. Izin renovasi tersebut turun awal tahun 2010 ini. Renovasi yang dilakukan pihak OCBC NISP adalah mengembalikan bentuk asli Gedung De Vries.
Snapshoot Gedung De Vries:
pada saat ini
pada masa lalu
Labels: Gedung De Vries