Thursday, December 16, 2010 / 1:00 AM
VILLA TIGA WARNA (DE DRIEKLEUR/ KANTOR BERITA DOMEI)
Gedung De DrieKleur ( Tiga Warna) di sudut Jl. Ir. H. Juanda (Dago) dan Jl. Sultan Agung dibangun pada tahun 1938 berdasarkan rancangan arsitek Belanda A.F. Albers. Bangunan ini banyak dipengaruhi oleh aliran Nieuw Bouwen- gaya arsitektur yang berkembang di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930-yang memperlihatkan garis-garis stream line. Gaya ini mengutamakan kesederhanan tanpa banyak ornamen dekoratif. Tampak bahwa pengutamaan kesederhanan ini menunjukkan perbedaannya dari gaya art deco, yang menonjolkan unsur dekoratif.
Pada masa pemerintahan Jepang, bangunan yang semula merupakan rumah peristirahatan seseorang bernama Na Kim Himck itu difungsikan sebagai Kantor Berita Domei. Di sinilah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pertama kali dibacakan di Bandung.
Teks Proklamasi pertama kali dibaca oleh rakyat Bandung.”…. waktu itu saya sedang praktek luar ke Denki (PLN sekarang). Kebetulan kami melewati pertigaan jalan dago- Sultan Agung, gedung tinggi itu Kantor Berita Jepang, DOMEI. Disitu kami membaca pengumuman proklamasi. Saya masih ingat betul, itu tanggal 17 Agustus persis. Ditulis pada papan pengumuman, dengan kapur putih …” (Kolonel TNI (Purn.) Marcel Mohammad).
Konsep aliran Nieuw Bowen (istilah aliran yang dipakai oleh arsitek Belanda pada akhir 1930an) sangat terasa pada bangunan De DrieKleur yang bergaya bangunan mirip Hotel Savoy Homann. Bangunan Drie Kleur memperlihatkan adanya proses perkembngan gaya Art Deco yang mulai melepaskan unsur-unsur dekoratifnya.
Sekarang bangunan tersebut berubah fungsi menjadi salah satu bank swasta yang ada di Bandung.
Snapshoot Villa Tiga Warna (De Driekleur):
pada masa lalu
pada saat ini
Labels: Villa Tiga Warna (De Driekleur)
VILLA ISOLA (BUMI SILIWANGI)
Villa Isola adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln. Setiabudhi 229), gedung ini dipakai oleh IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, yang sekarang menjadi Universitas Pendidikan Indonesia-UPI). Villa Isola adalah salah satu bangunan bergaya arsitektur Art Deco yang banyak dijumpai di Bandung.
Villa Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty. Kemudian bangunan mewah yang dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Perkembangan selanjutnya, ia dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) dan digunakan sebagai kantor rektorat.
Suatu publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk villa ini ditulis oleh Ir. W. Leimei, seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei mengatakan bahwa di Batavia ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam dan ventilasi, jendela dan gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari. Hal ini juga dianut oleh Villa Isola di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek Belanda yang bekerja di Hindia Belanda Charles Prosper Wolff Schoemaker.
Gedung ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan seperti halnya Gedung Utama ITB dan Gedung Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu melintang bangunan kearang Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan berlantai tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya, disebabkan karena topografinya tidak rata. Ranah sekeliling luas terbuka, dibuat taman yang berteras-teras melengkung mengikuti permukaan tanahnya. Sudut bangunan melengkung-lengkung membentuk seperempat lingkaran. Secara keseluruhan bangunan dan taman bagaikan air bergelombang yang timbul karena benda jatuh dari atasnya, sehingga gedung ini merupakan penyesuaian arsitektural antara bangunan terhadap lingkungan.
Bagian villa yang menghadap utara dan selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang keluarga, dan ruang makan; masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Pemandangan indah ini juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga.
Pada taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga anggrek, mawar dan dilengkapi dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari bangunan utama ditempatkan unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-lain.
Pintu gerbang masuk ke komplek villa ini terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Setelah melalui gapura dan jalan aspal yang cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas dan hujan dengan portal datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan pada dinding, denah portal juga melengkung berupa bagian dari lingkaran pada sisi kanannya. Ujung perpotongan kedua lengkungan disangga oleh kolom tunggal yang mirip dengan bagian rumah Toraja (tongkonan). Setelah melalui pintu utama terdapat vestibulae sebagaimana rumah-rumah di Eropa umumnya.
Ruang penerima ini terdapat di balik pintu masuk utama selain berfungsi untuk tempat mantel, payung tongkat dan lain lain juga sebagai ruang peralihan antara ruang luar dengan ruang di dalam. Dari vestibula ke kiri dan ke kanan terdapat tangga yang melingkar mengikuti bentuk gedung secara keseluruhan. Tangga ini terus-menerus sampai ke atap.
Ruang-ruang seperti diekspresikan pada wajah gedung bagian utara (depan) maupun selatan (belakang) juga simetris. Ruang-ruang yang terletak di sudut, dindingnya berbentuk 1/4 lingkaran. Lantai paling bawah digunakan untuk rekreasi, bermain anak-anak dilengkapi dengan mini bar langsung menghadap ke teras taman belakang. Selain itu pada bagian ini, terdapat juga ruang untuk kantor, dapur, kamar mandi dan toilet.
Di atasnya adalah lantai satu yang langsung dicapai dari pintu masuk utama. Pada lantai ini, di belakang vestibule terdapat hall cukup besar, permukaannya sedikit lebih rendah, karena itu dibuat tangga menurun. Kemudian setelah tangga langsung ke salon atau ruang keluarga yang sangat luas. Antara hall dan salon dipisahkan oleh pintu dorong sehingga bila diperlukan, kedua ruangan ini dapat dijadikan satu ruang yang cukup luas. Jendela pada ruangan ini juga mengikuti dinding yang berbentuk lingkaran sehingga dapat leluasa memandang kota Bandung. Ruang makan terletak di sebelah kiri (barat) salon. Di sebelah kanan (timur) ruang makan terdapat ruang kerja lengkap dengan perpustakaan dan ruang ketik di belakangannya (utara). Semua ruang berjendela lebar kecuali untuk menikmati pemandangan luar, juga sebagai ventilasi dan saluran sinar matahari. Pembukaan jendela, pintu yang lebar merupakan penerapan konsepsi tradisional yang menyatu dengan alam.
Semua ruang tidur ditempatkan pada lantai dua berjejer dan berhadapan satu dengan lainnya yang masing masing dihubungkan dengan gang ditengah. Pembagian ruang tidur dilakukan secara simetris. Di sebelah selatan terdapat ruang tidur utama, tengah utara untuk ruang keluarga dan di sebelah barat dan timur terdapat lagi kamar tidur. Masing-masing kamar mempunyai teras atau balkon. Kamar tidur utama sangat luas dengan ruang pakaian dan toilet di kiri kanannya. Antara ruang tidur utama dan teras terdapat pintu dorong selebar dinding sehingga apabila dibuka teras menyatu dengan kamar tidur, menghadap ke arah kota Bandung. Untuk melindungi teras dan ruang tidur dari air hujan, dibuat tritisan dari kaca disangga dengan rangka baja.
Bentuk ruang keluarga identik dengan ruang tidur utama, dengan latar belakang ke arah utara, sehingga Gunung Tangkubanparahu menjadi vistanya. Di atas ruang-rung tidur terdapat lantai tiga yang terdiri atas sebuah ruang cukup luas untuk pertemuan atau pesta, kamar tidur untuk tamu, sebuah bar, dan kamar mandi serta toilet tersendiri. Sama dengan ruang lainnya. ruang ini memiliki teras, jendela dan pintu dorong lebar.
Di atas lantai tiga berupa atap datar yang digunakan untuk teras. Semua perabotan dan kaca tritisan diimpor dari Paris, Perancis.
Bangunan ini ada tendensi horisontal dan vertikal yang ada pada arsitektur India yang banyak berpengaruh pada candi-candi di Jawa. Dikatakannya dalam arsitektur candi maupun bangunan tradisional, keindahan ornamen berupa garis garis molding akan lebih terlihat dengan adanya efek bayangan matahari yang merupakan kecerdikan arsitek masa lampau dalam mengeksploitasi sinar matahari tropis.
Schoemaker banyak memadukan falsafah arsitektur tradisional dengan modern dalam bangunan ini. Secara konsisten, ia menerapkannya mulai dari kesatuan dengan lingkungan, orientasi kosmik utara selatan, bentuk dan pemanfaatan sinar matahari untuk mendapat efek bayangan yang memperindah bangunan.
“M’ISOLO E VIVO” (Saya mengasingkan diri dan bertahan hidup) adalah jalan hidup konglomerat berita di masa lalu yang eksentrik, yang bernama Dominique Willem Berretty. Jalan hidup ini dia wujudkan dalam pembangunan tempat tinggal pribadinya di Bandung yang diberi nama “VILLA ISOLA” (villa terpencil). Bangunan cantik bergaya art deco ini didesain oleh arsitek ternama C.P. Wolff Schoemaker. Pada masanya desain tersebut betul-betul merupakan puncak dari modernitas. Gedung ini dibangun dalam waktu yang cukup cepat, yaitu Oktober 1932 hingga Maret 1933, dengan bantuan biro arsitektur AIA di Batavia. Kerangka bangunan dan jendela-jendela di gedung ini terbuat dari baja, sedangkan lantainya beton cor. Bangunan ini sekarang terletak di Jalan Setiabudi 229 Bandung, di tepi jalan raya menuju daerah Lembang, tempat perkebunan yang lebih tinggi dari kota Bandung. Jika kita kembali ke masa awal tahun 30an itu, villa ini anggun berdiri di antara Bandung dan Lembang.
Villa ini merupakan simbol kemewahan dan gemerlap modernitas saat itu, dan juga mengisaratkan kehidupan yang cepat dan canggih. Desain villa ini mengedepankan struktur-struktur berbentuk lengkung; dan walaupun telah berumur 73 tahun, saat ini Villa Isola masih tampak tidak ketinggalan jaman. Secara keseluruhan villa ini tampak cantik, dengan interior yang gaya dan kebun yang didesain dengan baik. Namun sang pemilik sesungguhnya hanya dapat menikmati rumah barunya sebentar saja.
Dominique Willem Berretty (1890-1934) berdarah campur Jawa dan Italia, lahir di Hindia Belanda pada tanggal 20 November 1890. Berretty muda adalah orang yang ambisius dan sempat bekerja di surat kabar Java Bode. Dalam keadaan tidak mempunyai uang, dia memulai usaha jasa telegraf pada tahun 1917 dengan menggunakan uang pinjaman. Karirnya mulai tampak menanjak saat dia mendirikan agen press ANETA (Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap) di Batavia. Agen berita ini memonopoli pengadaan berita tentang Hindia Belanda, dan itu membuat dia menjadi kaya dan menjadi selebriti saat itu. Banyak jurnalis dan politisi tidak senang hati dengan monopoli yang dilakukannya, termasuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda B.C. de Jonge. Pada awal tahun 1930an bekerjanya kantor Aneta terkena kritik berat.
Di awal tahun 30an seluruh dunia mengalami krisis ekonomi global. Namun Berretty justru membangun villa yang cukup mahal ini pada saat itu. Melihat keadaan keuangan Berretty, kemungkinan uang yang dipakai mendirikan Villa ini berasal dari hasil korupsi. Pada awal 30an itu juga, Jepang sedang giat membangun kekuatan dan mulai menunjukkan kecenderungan untuk melakukan penjajahan. Monopoli yang dilakukan Berretty dalam hubungan telegraf dan cara komunikasi lain antara Jawa dan Jepang membuat dia menjadi mata rantai yang penting bagi dinas rahasia Jepang. Uang yang dikumpulkan dari kegiatan spionase ini memungkinkan dia mengeluarkan uang 500.000 gulden (harganya sekarang sekitar 250 M rupiah) untuk membangun Villa Isola.
Kehidupan pribadinya tidak kalah menariknya untuk disoroti. Dia pernah menikah 6 kali dan membuat 2 orang wanita menjadi hamil dan melahirkan 3 anak, sebelum pada tahun 1934 menjalin asmara dengan salah seorang putri Gubernur Jenderal de Jonge. Sang Gubernur Jenderal tidak bisa menerima kehadiran orang yang dianggapnya berbahaya itu, sehingga kemudian memutuskan untuk menghabisinya.
Seorang kawan lama yang sekarang berusia 90 tahun dan tinggal di Surabaya masih bisa menceritakan dengan jelas bahwa di awal tahun 30an banyak gosip beredar tentang Berretty dan anak gadis Gubernur Jenderal ini. Ada kemungkinan sang putri berencana mengundang Berretty ke perjamuan makan malam di Hari Natal 1934, dan sang Gubernur Jenderal tidak menghendakinya. Kematian Berretty pada tanggal 20 Desember seperti bukan suatu kebetulan.
Gubernur Jenderal Jonkheer Bonifacius Cornelis de Jonge (1875-1958) adalah seorang aristokrat yang konservatif yang menduduki beberapa jabatan penting baik di pemerintahan Belanda (urusan perdagangan dan industri) maupun Inggris. Sejak 1931 – 1936, dia menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Salah satu kalimat terkenalnya adalah: Kita sudah berada di Hindia selama 300 tahun, kita pasti harus bisa berada di sini selama 300 tahun lagi!" De Jonge mempunyai 2 anak laki dan 3 perempuan, dan salah satu anak perempuannya ini menjalin cinta dengan Dominique Berretty. Dan karena dia menganggap Berretty berbahaya bagi kehidupan pribadi dan politiknya, dia memutuskan untuk mengakhiri hidup Berretty.
Dikarenakan jabatan-jabatan yang pernah didudukinya, seperti Menteri Perang Belanda (1917) dan General Manager di satu perusahaan minyak di London (1921), de Jonge mempunyai beberapa kontak dengan petinggi militer Inggris yang kelak akan dia gunakan untuk menjalankan misinya.
Setelah berhasil dalam Perlombaan Udara London-Melborne pada bulan Oktober 1934, pesawat Uiver milik KLM menjadi simbol nasional Belanda yang terkenal dan awak pesawatnya menjadi pahlawan. Setelah perlombaan tersebut, Uiver menjadi penerbangan reguler yang menjalani rute Amsterdam-Batavia. Pada bulan Desember 1934, sebuah penerbangan reguler terbang dari Amsterdam menuju Batavia dengan 4 orang awak pesawat, kargo berupa 350 kg surat dan 3 penumpang yang salah satu di antaranya adalah Berretty yang akan pulang ke Indonesia setelah melakukan perjalanan bisnis. Pesawat ini tidak pernah sampai di Batavia, karena jatuh di Siria dekat perbatasan Irak pada tanggal 20 Desember.
Penyebab kecelakaan menurut versi resmi komisi penyelidikan yang dibentuk pemerintah Belanda adalah sebagai berikut: “Para ahli menyimpulkan bahwa mesin pesawat terkena terjangan kilat yang hebat yang langsung menewaskan para penumpang serta awak pesawat yang ada di dalamnya, dan pesawat masih terus terbang hingga terbanting di tanah, terguling dan kemudian terbakar.” Banyak pakar penerbangan yang menganggap keterangan tersebut mengada-ada. Keterangan dari komisi penyelidikan dianggap menutup-nutupi keadaan sebenarnya dan banyak misteri yang belum terpecahkan. Bisa kita simpulkan bahwa masih ada beberapa hal yang tidak jelas terjadi di sini. Beberapa saksi mata melaporkan melihat pesawat tempur militer pada jam 00.45 di dekat kilang minyak Rutba di Irak. Uiver tidak pernah sampai di Irak karena jatuh di Siria. Diketahui bahwa di kilang minyak Rutba ada basis militer Inggris. Di sinilah rencana itu tampak. Uiver yang membawa Berretty ditembak oleh pesawat tempur RAF. Pemerintah telah mengorbankan pesawat yang bersejarah itu dan 6 orang manusia yang ada di dalamnya untuk membunuh 1 penumpang yang dianggap berbahaya, Dominique Willem Berretty.
Misi resmi penerbangan Uiver saat itu adalah membawa surat dari Eropa ke Jawa sebelum Hari Natal 1934. Namun karena pesawat itu dijadwalkan akan datang di Batavia pada tanggal 22 Desember (1 hari sebelum akhir pekan), dan karena pada tahun 1930an tidak ada kereta pos yang bekerja pada akhir pekan, kita bisa mengambil kesimpulan itu adalah misi yang tidak mungkin. Atau mungkin boleh kita sebut misi yang palsu. Ini adalah satu dari sekian banyak hal yang misterius sehubungan dengan kejatuhan pesawat Uiver tersebut. Berretti dimakamkan di kuburan Inggris di Bagdad, Irak pada tanggal 23 desember 1934.
Setelah kematian Berretty, Villa Isola menjadi milik Hotel Savoy Homann. Pada masa pendudukan Jepang, tempat ini menjadi markas tentara kerajaan, nasib buruk bagi bangunan yang dibangun pada tahun 1933 oleh uang dari Jepang sendiri.
Setelah kemerdekaan Indonesia., Villa ini direnovasi dan diberi nama Bumi Siliwangi. Di bagian paling atas kemudian dibangun satu lantai lagi. Pada tanggal 20 Oktober 1954, Mr. Ali Sostroamidjojo, Perdana Menteri saat itu, mempersembahkan gedung sebagai markas besar UPI dan Prof Moh. Yamin, Menteri Pendidikan saat itu, menanam pohon beringin di dekat kolam renang pada peresmian selesainya renovasi bangunan ini. Sayangnya sekarang kita sulit menemukan kecantikan arsitektur bangunan ini. Villa ini sudah beralih fungsi dari rumah tinggal menjadi kantor rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Taman bunga, sawah dan kolam kecil berisi 5 ekor angsa hitam sekarang sudah tidak ada lagi. Daerah sekelilingnya sekarang sudah dipenuhi dengan ruang kelas, mahasiswa yang lalu lalang, tempat tinggal dan jalan raya yang ramai. Menurut berbagai sumber, seorang anak dari Berretty namanya Anna membunuh diri di Isola. Dia menggantung diri di atas kolam di samping pohon yang besar.
Di taman ada tempat bermain dengan ayunan, ring dan papan jungkat-jungkit. Kita dapat melihat jalur menuju ke tangga panjang yang menuju ke pintu. Inilah pintu masuk dari terowongan panjang yang dibawah tanah. Tangga sudah tidak ada lagi dan pintu tersebut sudah ditutup sekarang. Terowongan tersebut menuju ke Villa Isola. Di ujungnya masih ada pintu lantai satu bagian utara yang bisa dibuka tetapi terowongan sudah tidak panjang lagi. Setelah beberapa meter terowongan ditutup dengan dinding dan lantai penuh dengan lumpur. Menurut cerita, terowongan tersebut adalah terowongan bawah tanah yang sangat panjang menghubungkan antara gedung-gedung bersejarah dipusat kota Bandung seperti gedung Merdeka, gedung Pemerintahan, dll. Konon terowongan tersebut dibuat guna melindungi para pejabat-pejabat tinggi negara pada saat peperangan terjadi, sehingga mereka dapat terlindung dari bahaya peperangan yang terjadi diluar.
Snapshoot Villa Isola (Bumi Siliwangi):
pada saat ini
pada masa lalu
Labels: Villa Isola (Bumi Siliwangi)